메인메뉴 바로가기본문으로 바로가기

2023 SPRING

Konvensi Genre yang Menantang

Puppet, yang dibuat dari kolaborasi dengan dua grup, Musical Coterie Gomool dan Goblin Party, adalah sebuah karya eksperimental lintas genre dengan penari yang memainkan alat musik dan pemain alat musik yang menari. Eksperimen mereka tidak hanya menyajikan gabungan musik tradisional dan tari modern, tetapi juga melontarkan pertanyaaan tentang norma genre yang ada.

Biasanya ketika musik dimainkan dalam kolaborasi dengan genre lain, digunakan untuk membangkitkan emosi penonton atau sebagai musik latar. “Kkokdugaksi” adalah sebuah karya kolaboratif di mana genre musik dan tarian tidak saling menonjol tetapi justru membentuk kemitraan yang menekankan pesan keseluruhan dari karya tersebut.
Atas izin Dewan Kesenian Korea, Foto oleh Ok Sang-hoon



Belakangan ini, terdapat banyak karya yang mengedepankan kolaborasi genre. Kolaborasi adalah kata kunci yang menunjukkan ciri khas dari dunia seni pertunjukan Korea saat ini. Hal tentang siapa tampil dengan siapa sering menjadi isu hangat dan kolaborasi itu sendiri dianggap sebagai jaminan kebaruan. Akan tetapi, kombinasi genre yang berbeda tidak dapat menentukan nilai kolaborasi. Yang lebih penting adalah seberapa menariknya hasil kolaborasi tersebut.

Demi kolaborasi yang sukses, keseimbangan kekuatan antargenre harus diikutsertakan. Kolaborasi yang tidak dapat memperlihatkan alasan mengapa genre-genre yang berbeda digabung menjadi tidak lebih dari sekadar tontonan belaka. Dalam hal itu, Puppet patut diperhatikan karena karya ini dipuji sebagai kolaborasi terbaik sepanjang masa dengan menghadirkan kemungkinan kolaborasi baru.

Puppet terpilih sebagai salah satu “karya baru yang terbaik tahun ini” dalam kategori seni tradisional tahun 2021 oleh Dewan Kesenian Korea, lalu baru ditampilkan pertama kali untuk penonton di panggung teater kecil dari Teater Seni Daehakno pada bulan Februari tahun berikutnya. Pada bulan September tahun yang sama, diadakan showcase di Pasar Seni Seoul, yaitu sebuah platform seni pertunjukan internasional, dan pada bulan Oktober, diundang ke Festival Seni Pertunjukan Internasional Seoul.



Perjalanan Mandiri

Pertunjukan tersebut menampilkan adegan-adegan di mana peran pemain untuk setiap genre dipecah atau ditumbangkan seperti saat penari memanipulasi instrumental dan mengintervensi permainan. Penonton mulai mempertanyakan identitas manipulator dan yang dimanipulasi masing-masing. Pada saat yang sama, para penonton mengambil waktu sejenak untuk merenungkan sistem sosial di mana mereka hidup.
Atas izin Dewan Kesenian Korea, Foto oleh Ok Sang-hoon


Puppet adalah kolaborasi antara Musical Coterie Gomool, grup musik yang berbasis musik tradisional, dan Goblin Party, grup tari yang dibentuk oleh tiga koreografer. Pertemuan antara kedua grup ini membawa harapan baru seolah-olah akan menjadi pertanda acara yang sangat menarik.

Musical Coterie Gomool adalah sebuah grup yang terdiri dari direktur musik Lee Tae-won dan tiga musisi spesialis di bidang musik tradisional Korea. Mereka mencurahkan pikiran kritis mereka melalui eksperimen yang disebut “Staged Documentary.” Gomool memikirkan bagaimana musik tradisional Korea harus diwujudkan sekaligus dihargai di era kontemporer, dengan menciptakan karya yang membahas konsep, institusi, aturan, dan sistem yang melingkupi musik tradisional. Sejauh ini Gomool menunjukkan kemungkinan yang akan terbuka jika pencipta karya seni membayangkan hal-hal yang berada di antar sistem atau di luar sistem. Mereka juga merupakan sosok yang pertama kali mencoba bertanya mengapa ada hal-hal yang seharusnya demikian seperti mengapa harus hanya dilakukan seperti itu dan mengapa ada hal-hal yang dianggap tidak dapat (atau tidak boleh) tercampur. Puppet juga merupakan salah satu percobaan mereka tersebut.

Goblin Party, sebagaimana terlihat pada namanya, mengedepankan identitas sebagai goblin. Di Korea, goblin adalah makhluk yang lincah, cerdas dan berbakat luar biasa, lalu juga melambangkan perolehan dan kekayaan. Grup ini dinilai sebagai sebuah grup yang unik karena terdiri dari tiga koreografer tanpa adanya ketua dan terus menyajikan berbagai karya dengan tetap mempertahankan sistem horizontal. Dengan demikian, Puppet menarik perhatian dari berbagai pihak hanya dengan fakta bahwa dua grup yang masing-masing telah membangun bidang tersendiri di dunia musik dan dunia tari saling berkolaborasi.


Batasan yang Runtuh dan Dilintasi

Penonton hanya bisa berspekulasi tentang panjang dan kedalaman dialog yang melibatkan lima pemain instrumen dan tiga koreografer saat mereka berkolaborasi untuk menghasilkan ansambel yang sempurna.
Atas izin Dewan Kesenian Korea, Foto oleh Ok Sang-hoon


Keunikan hubungan kerjasama kedua grup ini lebih terlihat langsung pada tema pertunjukannya, yaitu “Puppet.” Di Korea “Puppet” biasanya mengacu pada tarian dan musik pengiring yang dibawakan oleh anak laki-laki dan perempuan secara berpasangan pada pentas seni TK atau acara olah raga sekolah SD. Sebagian besar orang Korea paruh baya pernah menari tarian “Puppet” atau setidaknya pernah menontonnya. Di samping itu, “Puppet” juga berarti semacam pertunjukan boneka tradisional, yaitu salah satu pertunjukan rombongan Namsadang dari Kerajaan Joseon yang berkelilingi ke seluruh negeri dengan menampilkan lagu, tarian, dan pertunjukan musik rakyat tradisional. Sementara itu, “Puppet” juga melambangan sosok yang tidak bisa bergerak sendiri, tetapi harus dimainkan oleh orang lain, seperti Marionette di negara Barat. Segala makna dan konteks yang melapisi “Puppet” tersebut menjadi wawasan yang merupakan dasar dari kolaborasi kedua grup ini. Gerakan, lakon, musik, motif boneka yang pasif dan sebagainya dicampur aduk secara bebas dengan cara yang intuitif.

Dalam pertunjukan ini, tata norma yang ada dipecah atau ditumbangkan. Misalnya, peran pemain dan penari di atas panggung tidak dipisahkan secara tegas, tetapi saling terkait. Para pemain musik kadang-kadang bangkit dari tempat duduk untuk menari, sedangkan para penari terkadang memainkan alat musik. Gerakan tubuh pemain musik yang sedang memainkan alat musik kadang-kadang berubah menjadi tarian, sedangkan penari ikut memainkan alat musik. Terkadang muncul adegan yang subjek dan objek dari pertunjukan dipelintir secara unik. Selain itu, musik menyediakan gerakan, penari menyediakan musik, dan pemain rela menjadi objek, sehingga musik, tari, dan lakon tidak bisa dipisahkan, tetapi dicampur aduk dalam pertunjukan ini. Maka, dapat dikatakan bahwa batasan genre runtuh di berbagai tingkatan.

Yang paling menarik dalam pertunjukan ini adalah apa yag membuat para penonton meragukan bingkai konseptual yang terinternalisasi ketika mereka mencoba mendefinisikan identitas pertunjukan ini sebagai sebuah genre, yaitu apakah genre pertunjukan ini adalah tari atau musik. Proses membongkar dan menyusun kembali tata norma dari genre masing-masing tanpa terlibat baik dalam genre musik maupun dalam genre tari sungguh menimbulkan rasa yang aneh. Perasaan ini mengajak para penonton untuk berani melontarkan pertanyaan-pertanyaan penting, seperti apa itu musik, tari, dan permainan serta bagaimana persamaan dan juga perbedaan konsep-konsep ini.


Meja Negosiasi

Foto profil diambil sebelum rekaman video Musik Coterie Gomool (2020) selama grup berpartisipasi dalam rpyek produksi video music di Pusat Gugak Nasional. (Dari kiri) Hong Ye-jin pada gayageum, Lee Yu-gyeong (tamu) di haegeum, Go Jin-ho di daegeum, Jeong Jun-gyu (tamu) di janggu, Bae Seung-bin di piri. Sejak pembentukannya pada tahun 2006, Gomool menciptakan karya yang berupa ulasan kritis, kontroversial, dan topik yang sulit seputar musik tradisional.
© National Gugak Center


Jika Puppet disebut sebagai sekadar kombinasi dari tari modern dan musik tradisional, hal itu hanya mengungkapkan satu aspek dari Puppet. Berbeda dengan sebagian besar kolaborasi yang selalu memperlihatkan susunan paralel genre seni, terdapat sesuatu yang istimewa pada kolaborasi antara Gomool dan Goblin Party. Tema “Puppet” dengan berbagai konteks melintas.

Kolaborasi antara musik dengan genre lain dimulai dengan menanyakan apa yang harus dan bisa dilakukan saat musik bertemu dengan genre lain. Puppet dari Musical Coterie Gomool dan Goblin Party dapat dilihat sebagai sebuah percobaan yang mendefinisikan kembali norma genre melalui negosiasi tanpa berhenti pada setiap batasan, bukan hanya percobaan yang menghapus batasan antara musik dan tari. Di samping itu, kolaborasi ini didirikan di atas landasan kuat, yaitu keterampilan internal yang dimiliki kedua grup.

Yang sangat mengesankan dalam Puppet adalah bahwa musik dan tari tampil bergantian untuk mengoordinasikan aliran keseluruhan, lalu bahkan pada saat tarian dikedepankan, peran musik masih dapat dirasakan dengan jelas. Sesungguhnya tidak mudah membuat sesuatu yang berbeda dari yang sebelumnya dengan tetap mempertahankan warna yang dimiliki masing-masing grup. Oleh karena itu, akan sangat menarik jika kita memperkirakan seberapa banyak percakapan terjadi antara kedua grup ini untuk mencapai tujuan mereka semaksimal mungkin.



Seong Hye-inPengamat Musik

전체메뉴

전체메뉴 닫기